Sebagai
salah satu jenis karya seni, sastra tentunya tidak lepas dari aspek estetika
atau aspek keindahan. Namun, perwujudan keindahan dalam karya sastra berbeda
dengan karya seni lainnya. Jika aspek keindahan dalam karya seni lain dapat
diamati secara langsung melalui bentuknya, sastra tidak demikian. Sastra mampu
memancarkan keindahan dalam dirinya tidak hanya dari bentuk, namun yang lebih
utama lagi adalah dari bahasa yang digunakan di dalamnya. Bahasa sastra adalah
bahasa yang istimewa (Simpson, 2004:98). Keistimewaan bahasa dalam sastra tersebut
tampak pada pengolahan kata dan kalimat yang kesemuanya mampu menciptakan nuansa
keindahan di dalamnya. Jadi, karakteristik bahasa sastra yang pertama adalah penggunaan bahasa yang
estetis atau indah.
Kedua,
bahasa sastra merupakan plastik untuk membungkus amanat dalam sebuah cipta
sastra. Bahasa dalam karya sastra dijadikan sebagai media untuk menyampaikan
amanat berupa ajaran dan berbagai pesan moral kepada pembacanya. Berbagai pesan
moral yang disampaikan dalam karya sastra dibungkus dengan bahasa yang indah,
sehingga pembaca bisa mendapatkan dua hal utama dalam sastra yaitu kenikmatan dari
bahasa sastra dan manfaat di balik bahasa tersebut.
Ketiga,
bahasa sastra dinamis. Hakikatnya,
bahasa dalam karya sastra tidaklah berbeda dengan bahasa-bahasa yang digunakan
pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada pemanfaatan bahasa itu sendiri.
Jika karya-karya nonsastra terkesan kaku dengan aturan-aturan baku tata bahasa
formal, maka sastra tidak demikian. Sastra mampu memanfaatkan bahasa secara
leluasan, karena penyusunan bahasa dalam karya sastra lebih dinamis (Tynjanov
dalam Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977:22). Tidak ada tata bahasa formal yang
mengatur pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Setiap pengarang sastra dapat
memanfaatkan bahasa secara leluasa sesuai dengan caranya sendiri dalam
menyampaikan pikiran, perasaan, gagasannya. Keleluasaan setiap pengarang dalam
memanfaatkan bahasa dalam karya sastra dikenal dengan istilah licentia poetica.
Keempat,
bahasa sastra bersifat simbolis dan konotatif. Sastra berisi realitas kehidupan
manusia. Realitas kehidupan tersebut ada yang dikemukakan oleh pengarang sastra
secara lugas dengan menggunakan bahasa-bahasa yang denotatif, namun ada juga
yang diungkapkan secara simbolik dengan menggunakan bahasa-bahasa yang
konotatif. Bahkan, penggunaan simbol dan bahasa yang konotatif menjadi salah
satu ciri bahasa sastra. Dengan bahasa yang simbolis dan konotatif, pengarang
sastra dapat mewakilkan kesan pribadinya terhadap sesuatu. Dengan begitu, walaupun
pengarang merasa simpati, takut, atau
bahkan benci kepada sesuatu atau seseorang, dia tidak harus menyatakannya
secara langsung, namun melalui simbol-simbol bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar