Rabu, 25 Januari 2012

Karakteristik Bahasa Sastra


Sebagai salah satu jenis karya seni, sastra tentunya tidak lepas dari aspek estetika atau aspek keindahan. Namun, perwujudan keindahan dalam karya sastra berbeda dengan karya seni lainnya. Jika aspek keindahan dalam karya seni lain dapat diamati secara langsung melalui bentuknya, sastra tidak demikian. Sastra mampu memancarkan keindahan dalam dirinya tidak hanya dari bentuk, namun yang lebih utama lagi adalah dari bahasa yang digunakan di dalamnya. Bahasa sastra adalah bahasa yang istimewa (Simpson, 2004:98). Keistimewaan bahasa dalam sastra tersebut tampak pada pengolahan kata dan kalimat yang kesemuanya mampu menciptakan nuansa keindahan di dalamnya. Jadi, karakteristik bahasa sastra yang pertama adalah penggunaan bahasa yang estetis atau indah.
Kedua, bahasa sastra merupakan plastik untuk membungkus amanat dalam sebuah cipta sastra. Bahasa dalam karya sastra dijadikan sebagai media untuk menyampaikan amanat berupa ajaran dan berbagai pesan moral kepada pembacanya. Berbagai pesan moral yang disampaikan dalam karya sastra dibungkus dengan bahasa yang indah, sehingga pembaca bisa mendapatkan dua hal utama dalam sastra yaitu kenikmatan dari bahasa sastra dan manfaat di balik bahasa tersebut.
Ketiga, bahasa sastra dinamis. Hakikatnya, bahasa dalam karya sastra tidaklah berbeda dengan bahasa-bahasa yang digunakan pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada pemanfaatan bahasa itu sendiri. Jika karya-karya nonsastra terkesan kaku dengan aturan-aturan baku tata bahasa formal, maka sastra tidak demikian. Sastra mampu memanfaatkan bahasa secara leluasan, karena penyusunan bahasa dalam karya sastra lebih dinamis (Tynjanov dalam Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977:22). Tidak ada tata bahasa formal yang mengatur pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Setiap pengarang sastra dapat memanfaatkan bahasa secara leluasa sesuai dengan caranya sendiri dalam menyampaikan pikiran, perasaan, gagasannya. Keleluasaan setiap pengarang dalam memanfaatkan bahasa dalam karya sastra dikenal dengan istilah licentia poetica.
Keempat, bahasa sastra bersifat simbolis dan konotatif. Sastra berisi realitas kehidupan manusia. Realitas kehidupan tersebut ada yang dikemukakan oleh pengarang sastra secara lugas dengan menggunakan bahasa-bahasa yang denotatif, namun ada juga yang diungkapkan secara simbolik dengan menggunakan bahasa-bahasa yang konotatif. Bahkan, penggunaan simbol dan bahasa yang konotatif menjadi salah satu ciri bahasa sastra. Dengan bahasa yang simbolis dan konotatif, pengarang sastra dapat mewakilkan kesan pribadinya terhadap sesuatu. Dengan begitu, walaupun pengarang merasa  simpati, takut, atau bahkan benci kepada sesuatu atau seseorang, dia tidak harus menyatakannya secara langsung, namun melalui simbol-simbol bahasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar