Rabu, 25 Januari 2012

Tanya untuk si Besar


Cobalah tengok! Tengok!
Orang-orang pinggiran.
Beradu maut menyeberangi kehidupan
tanpa daya, tanpa takut
bergelut dengan maut.
Hanya untuk mengiisi perut kosong
demi sesuap nasi, dan
seteguk air kehidupan.

Cobalah lihat! Lihat!
Si miskin minta tolong….
Menjajakan sedikit tenaga
bermodal semangat juang
walau hanya dengan kaki sebelah,
walau hanya dengan tubuh yang renta.

Kasihan! Kasihan!
Di balik tangis air mata dan keringat mereka,
masih ada tawa terbahak di atas sana.
Pernahkah mereka berpikir:
Jika aku menjadi….

Sampaikah hatimu?
Melihat kakek-nenek melangkah gontai
hanya untuk menyanyikan keroncong perutnya?
Mendengar tangis anak-anak yang tak berdaya,
tinggalkan sekolah hanya untuk mencari
seonggok nasi?

Sungguh kalian tak berbudi.
Pancasila kau pinggirkan.
Keimanan kau tanggalkan.
Hanya untuk memecahkan perut buncit
yang diisi dari tangan-tangan suci,
dan air mata kepolosan.

Andai kau sadar,
makananmu adalah daging mereka,
minumanmu adalah darah mereka,
duitmu adalah keringat mereka.

Mengapa orang tua bisa berpaling
dari  anak-anaknya?
Mengapa kakak bisa lupa akan adiknya?
Mengapa pula kacang lupa dengan kulitnya?

Tidakkah mereka berpikir,
mawar yang mereka pegang itu
dipetik oleh rakyat kecil.
Musik yang mereka dengar itu
dimainkan oleh kaum melarat.
Kuda yang mereka tunggangi itu
hanyalah pemberian kaum tertindas.

Kapan kita akan seia-sekata.
Si melarat didampingi sang konglomerat.
Si kecil dinaungi si besar.
Kaum tertindas dilindungi para dermawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar